Setiap manusia memiliki kekuatan yang kemudian dapat menimbukkan emosi (ghodzob). Emosi seseorang harus dapat diatur dan terkendali. Emosi tidak harus diartikan dengan marah. Tetapi marah adalah salah satu ruang dari emosi.
Pengecut juga merupakan salah satu bentuk emosi, namun termasuk ke dalam emosi yang tidak tepat. Karena ia takut untuk mengungkapkan kebenaran.
REFLEKSI GHODZOB
Ungkapan dan luapan emosi seseorang tentu berbeda-beda tergantung pada kondisi kejiwaannya. Emosi berasal dari bermacam-macam persoalan. Ada persoala menuntut untuk dibiarkan saja, ada juga yang tidak.
Emosi mengendalikan seseorang sehingga berpengaruh pada fisiknya. Syaraf jadi menegang, muka menjadi merah, terkadang kita bisa melakukan sesuatu diluar kesadaran kita hingga berbuntut penyesalan pada akhirnya. Bahkan emosi yang tidak terkendali dapat memunculkan suatu tindakan kriminal. Kita bisa menyakiti orang lain karena sesuatu hal yang sebenarnya tidak penting.
Misalnya seseorang yang terlibat kemacetan lalu lintas, lalu salah seorang pengendara yang menyerempet kendaraannya. Kontan ia marah-marah, dengan emosi yang tidak terkendali sehingga berbuntut perkelahian. Emosi tadi termasuk emosi yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Yang didapat hanya dosa karena persoalan tersebut sebenarnya akan selesai dengan mudah hanya dengan saling memaafkan dan membiarkan persoalan tersebut begitu saja tanpa berujung perkelahian.
Emosi yang baik dan pada tempatnya adalah ketika Islam dilecehkan dan dihina, kemudian sebagai seorang muslim kita merasa perlu meluruskan persoalan tersebut, tentu dengan kadar emosi yang tepat dan terkendali.
Nabi Muhammad saw juga kalu pribadi beliau yang dihina, beliau selalu memaafkan. Tetapi kalau agama Islam yang dihina, maka beliau akan marah dan selalu siap membela.
PENAWAR GHODZOB
Emosi membuat tubuh kita mudah terserang penyakit, termasuk juga penyakit-penyakit kronis yang dapat merenggut nyawa kita, seperti jantung, darah tinggi, dan gangguan syaraf. Kadar emosi negatif yang berlebihan juga dapat mengguncang jiwa seseorang sehingga membuat orang tersebut kehilangan kesadaran bahkan yang lebih parah adalah dapat menjadi gila.
Emosi dalam diri seseorang yang sifatnya cenderung negatif, memang bisa disembuhkan. Dalam dunia kedokteran, emosi seseorang hingga ia kehilangan kesadaran dapat ditenangkan atau dinetralkan dengan menggunakan obat penenang, namun itu pun hanya bersifat sebagai penawar sementara. Apabila efek dari obat tersebut hilang, maka ia akan kembali kepada ketidak stabilan emosi yang dapat mengguncang jiwanya.
Obat yang tepat untuk menetralkan emosi, sehingga tercapai keseimbangan hidup adalah dengan melakukan segala sesuatunya termasuk me-manage emosi sesuai dengan syariat dan tentu saja disertai ilmu. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan tahu kapan menggunakan emosi, dan kapan perlu meredam emosi agar tidak terjerumus oleh tipu daya dan hasutan setan.
Kita juga harus mengetahui tentang emosi yang tengah-tengah (sajaah) sehingga kita mampu mengklasifikasikan emosi terhadap suatu permasalahan sebagai berikut:
Perlu marah atau tidak:
Refleksi marah, baik dari segi fisik maupun hukum memang diperlukam untuk membela hak-hak kita. Misalkan, ketika kita dirampok. Kita harus berjuang agar perampok itu tidak mengambil apa yang menjadi hak kita, apabila kita meninggal karena berusaha membela diri dari perampok tersebut, maka kita termasuk mati sahid.
Klarifikasi (Tabayun) :
Permasalahan yang sifatnya kesalah pahaman memang membutuhkan klarifikasi karena permasalahan tersebut memang harus diluruskan agar tidak timbul perselisihan dan perpecahan.
Mengabaikan :
Ada masalah-masalah yang tidak harus menggunakan emosi kita, masalah tersebut memang sepatutnya kita abaikan saja karena masalah tersebut tidak menyangkut urusan orang lain atau orang banyak. Misal : kita diacuhkan ketika berusaha menyapa atau tersenyum kepada orang lain, juga ketika kita mendapat sindiran yang tidak tepat.
Perasaan memang harus diatur, hati memang harus ditata. Kita boleh marah dan merasa emosi kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan syariat. Atau untuk tujuan menegakan syariat. Karena dengan begitu kita akan mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Dengan mengendalikan emosi kita maka jasmani dan rohani kita akan sehat, tidak mudah terserang penyakit, serta hidup menjadi ringan dan serasa tanpa beban.(lia)
Sumber : Majalah FURQON, edisi 26/TH V/Januari 2007 l Dzulhijjah 1427 H
0 komentar:
Posting Komentar